BLOG

BLOG

Selasa, November 24, 2015

Review: "The Hunger Games: Mockingjay Part 2" (2015)

Menjadi saksi bagaimana akhir perang antara pemberontak dengan capitol.


Sinopsis

Melanjutkan kisah di part yang pertama, Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) terbangun setelah Peeta Mellark (Josh Hutcherson) berusaha mencekiknya. Peeta melakukan itu karena telah dicuci otak oleh Presiden Snow (Donald Sutherland) untuk terus memberontak dan membenci Katniss. Demi menjatuhkan Presiden Snow dari tahtanya di Capitol, Katniss yang juga dibantu oleh Presiden Coin (Julianne Moore) turun langsung ke distrik-distrik dan terus menyebarkan pemberontakkan melawan Capitol.

Katniss yang ditemani timnya yang terdiri dari Gale (Liam Hemsworth), Finnick (Sam Claflin), Boggs (Mahershala Ali), Cressida (Natalie Dormer), Castor (Wes Chatham), Pollux (Elden Henson), Messalla (Evan Ross), dan Leeg bersaudara (Misty & Kim Ormiston) menyusup ke Capitol demi satu tujuan, membunuh Snow. Namun perjalanan mereka tak mulus karena pod (ranjau) siap menghadang perjalanan mereka. Disini tak sedikit yang mati karena rela berkorban untuk Katniss. Intinya seperti itu.


Review

Sepertinya sudah menjadi hukum wajib yah bagi film series untuk membagi bagian penutupnya menjadi dua part, setidaknya ini yang terjadi sejak era film terakhir Harry Potter lima tahun silam, kemudian dilanjutkan oleh Twilight. Selain secara finansial membawa keuntungan besar, membagi film menjadi dua bagian juga dapat membantu pengembangan cerita dan karakter menjadi lebih detail. Tapi yang terjadi pada Mockingjay, saya rasa kurang tepat kalau harus dibagi. Why

Menurut beberapa sumber, novel ketiga dari trilogi The Hunger Games yang ditulis oleh Suzanne Collins ini paling lemah dibanding dua seri sebelumnya. Mungkin ini yang menjadi jawaban mengapa pembagian film ini terasa kurang tepat. Nyatanya, Mockingjay tak memiliki materi yang cukup gemuk. Kita sudah cukup menyaksikan betapa kerennya Mockingjay Part 1, lalu bersambung. Kemudian kita 'dipaksa' menunggu part keduanya, membuat momentum pemberontakan yang dirasakan penonton sudah tidak bergelora lagi. Jelas terasa sangat bertele-tele dan menggantung. Mungkin akan lain cerita jika kedua film ini dijadikan satu. At least, this's my opinion.


Belum cukup itu, pada part keduanya ini penonton kembali 'dipaksa' untuk fokus hanya kepada Katniss dan Snow, just it, membuat porsi para pemain pendukung lainnya seakan lenyap. Nama-nama beken seperti Woody Harrelson (sebagai Haymitch), mendiang Phillip Seymour Hoffman (sebagai Plutarch), bahkan Elizabeth Banks (sebagai Effie Trinket) hanya mendapat porsi yang terbilang sedikit. Padahal jika memang harus dibagi, part kedua ini memiliki durasi yang cukup lama, 137 menit (2 jam lebih bray). Cukup mengherankan memang.

Tapi terlepas dari pembagian film tadi, part kedua Mockingjay tetap memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan part pertamanya. Adalah perjuangan Katniss dan tim menuju Capitol yang selalu menemukan kendala. Harus diakui bahwa disini akting Jennifer dkk harus diacungkan jempol. Yang paling gokil mungkin saat Katniss dkk harus berlari mengindari tumpahan minyak panas, selain itu juga ada adegan saat Katniss dkk menyusup melalui gorong-gorong dan harus berhadapan dengan makhluk yang entah apa namanya. They'll make your adrenaline rise.


Salah satu alasan saya mau terus menonton trilogi The Hunger Games ini adalah akting Jennifer Lawrence yang menurut saya sangat jenius. She's one of the important aspect of The Hunger Games Trilogy. Jennifer berhasil membuat penonton terbawa karater Katniss yang kuat namun bisa galau dilain kesempatan. Jennifer sangat konsisten membawa karakter Katniss yang calm and young tapi bisa menjadi ikon penting di dalam sebuah peperangan. Seriously, she's my favorite artist.

Secara garis besar, Mockingjay adalah tentang perang. Namun Francis Lawrence, di kursi sutradara, seakan mengesampingkan aksi perang itu sendiri dan lebih fokus pada manipulasi media, dimana disini media dijadikan alat perang untuk membuat pihak lain terlihat buruk. Menuju akhir film kita akan dibuat merasa layaknya seorang Peeta Mellark yang tak tau mana yang nyata mana yang tidak. Pikiran kita akan sedikit dipermainkan dengan terus dikelilingi pertanyaan, "Jadi siapa yang jahat ?"


Maybe just enjoy the ending dan kesampingkan pertanyaan tadi dengan berdiri layaknya seorang Katniss Everdeen. Katniss sudah memastikan betul siapa musuhnya dan tak mau hanya berdiam diri menyaksikan orang lain berkorban demi dirinya. Disini Katniss memang dibuat jenuh dengan perang, games, politisi dan sederet masalah lain didalamnya. Katniss hanya ingin membunuh yang harus dibunuh dan menyudahi semuanya. Seperti kata Katniss, "I'm done, being a piece, in his game.". 

Mockingjay seakan mencoba menyampaikan pesan bahwa, cintai perdamaian namun jangan takut untuk melakukan sedikit banyak kekerasan bahkan pemberontakan demi mendapatkan perdamaian tersebut.

"But if you kill him, Katniss, all those deaths, they mean something."
-Peeta Mellark 

0 comments:

Posting Komentar